NASIONALISME INDONESIA


BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN, KAREKTERISTIK, DAN JENIS-JENIS NASIONALISME
a.      Pengertian Nasionalisme
Pada awal tumbuhnya nasionalisme secara umum, maka nasionalisme dapat di katakan sebagai sebuah situasi kewajiban di mana kesetiaan seseorang secara total diabadikan langsung kepada negara bangsa atas nama sebuah bangsa. Munculnya nasionalisme terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkraman colonial. Semanagat nasionalisme di hadapkan secara efektif oleh para penganutnya dan di pakai sebagai metode perlawanan dan alat identifikasi untuk mengetahui siapa lawan dan kawan.
Banyak pendapat tentang pengertian nasionalisme, berikut beberapa diantaranya:
a.       Menurut Ernest Renan: Nasionalisme adalah kehendak untuk bersatu dan bernegara.
b.      Menurut Otto Bauar: Nasionalisme adalah suatu persatuan perangai atau karakter yang timbul karena perasaan senasib.
c.       Menurut Hans Kohn, Nasionalisme secara fundamental timbul dari adanya National Counciousness. Dengan perkataan lain nasionalisme adalah bentuk dari kesadaran nasional berbangsa dan bernegara sendiri. Dan kesadaran nasional inilah yang membentuk nation dalam arti politik, yaitu negara nasional.
d.      Menurut L. Stoddard: Nasionalisme adalah suatu kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian terbesar individu di mana mereka menyatakan rasa kebangsaan sebagai perasaan memiliki secara bersama di dalam suatu bangsa.
e.       Menurut Dr. Hertz dalam bukunya yang berjudul Nationality in History and Politics mengemukakan empat unsur nasionalisme, yaitu:
o   Hasrat untuk mencapai kesatuan.
o   Hasrat untuk mencapai kemerdekaan.
o   Hasrat untuk mencapai keaslian.
o   Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa.
f.       Menurut Louis Sneyder. Nasionalisme adalah hasil dari perpaduan faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, dan intelektual. Nasionalisme timbul dari diri kita sendiri, rasa itu timbul jika kita meraskan hal yang sama dengan orang lain ataupun masyarakat yang lainnya. Jadi nasionalisme berbanding lurus dengan persamaan anatara individu yang satu dengan individu yang lainnya.

b.      Karakteristik Nasionalisme
Karakteristik Nasionalisme yang melambangkan kekuatan suatu negara dan aspirasi yang berkelanjutan, kemakmuran, pemeliharaan rasa hormat dan penghargaan untuk hukum.
Nasionalisme tidak berdasarkan pada beberapa bentuk atau komposisi pada pemerintahan tetapi seluruh badan negara, hal ini lebih ditekankan pada berbagi cerita oleh rakyat atau hal yang lazim, kebudayaan atau lokasi geografi tetapi rakyat berkumpul bersama dibawah suatu gelar rakyat dengan konstitusi yang sama.
  1. Membanggakan pribadi bangsa dan sejarah kepahlawanan pada suatu Negara.
  2. Pembelaan dari kaum patriot dalam melawan pihak asing.
  3. Kebangkitan pada tradisi masa lalu sebagai bagian mengagungkan tradisi lama karena nasionalisme memiliki hubungan kepercayaan dengan kebiasaan kuno. Seperti nasionalisme orang mesir bahwa kaum patriot harus memiliki pengetahuan tentang kebudayaan mesir yang tua dan hebat untuk menjaga kelangsungan dari sejarah.
  4. Suatu negara cenderung mengubah fakta sejarah untuk kemuliaan dan kehebatan negaranya.
  5. Ada spesial lambang nasionalisme yang diberikan untuk sebuah kesucian. Bendera, lambang nasionalisme dan lagu nasionalisme merupakan hal yang suci untuk semua umat manusia sebagai kewajiban untuk pengorbanan pribadi.

c.       Jenis-jenis Nasionalisme
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut.
1.      Nasionalisme Kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat", "perwakilan politik".
2.      Nasionalisme Etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat.
3.      Nasionalisme Romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik syang menjadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras, menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantic, kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik.
4.      Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRC karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.
5.      Nasionalisme Kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan
6.      Nasionalisme Agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan
Snyder membedakan empat jenis nasionalisme, yaitu:
1.      Nasionalisme revolusioner, (terjadi di Perancis pada akhir abad ke18).
Untuk negeri yang dikatakan memiliki nasionalisme revolusioner, ketika elite politik sangat berkeinginan untuk melakukan demokratisasi, tapi lembaga perwakilan yang ada jauh dari memadai untuk mengimbanginya.
1.      Nasionalisme kontrarevolusioner, (terjadi di Jerman sebelum Perang Dunia I). Negeri yang bernasionalisme kontrarevolusioner, para elite politiknya menganggap diri selalu benar dan untuk itu lewat lembaga perwakilan yang ada, mereka menyerang pihak yang mereka anggap sebagai musuh atau melawan kepentingan mereka.
2.      Nasionalisme sipil, (merujuk pada perkembangan di wilayah Britania dan Amerika hingga sekarang). Suatu negeri dikatakan memiliki nasionalisme sipil ketika ia memiliki lembaga perwakilan yang kuat, dan juga para elite politiknya memiliki kelenturan dalam berdemokrasi.
3.      Nasionalisme SARA (diterjemahkan dari kata ethnic nationalism) (terjadi di Yugoslavia atau Rwanda). SARA di sini merujuk pada akronim zaman Orde Baru, yakni suku, agama, ras, dan antar golongan, yang sering kali justru ditabukan untuk dibicarakan dalam negeri yang sangat plural ini. Dapat dikatakan nasionalisme SARA jika para elite politik negara tersebut tidak menganut paham demokrasi, dan mengekspresikan kepentingannya hanya untuk membela satu kelompok tertentu lewat lembaga-lembaga perwakilan yang ada. Snyder memilah empat jenis nasionalisme tersebut dan Ia membedakannya dari interseksi kuat atau lemahnya lembaga perwakilan politik, dan lentur atau tidak lenturnya kepentingan elite politik terhadap demokrasi.

B.     NASIONALISME INDONESIA
Tumbuhnya paham nasionalisme atau paham kebangsaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari situasi politik decade pertama abad ke-20. Pada waktu itu semanagat menentang kolonialisme Belanda mulai bermunculan di kalangan pribumi. Cita-cita bersama untuk merebut kemerdekaan menjadi semangat umum di kalangan tokoh-tokoh pergerakan nasional untuk memforkulasikan bentuk nasionalisme yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia.
Mereka sepakat tentang perlunya suatu konsep nasionalisme Indonesia merdeka, tapi mereka berbeda dalam persoalan nilai atau watak nasionalisme Indonesia. Secara garis besar terdapat tiga pemikiran besar tentang watak nasionalisme Indonesia yang terjadi pada zaman sebelum kemerdekaan yakni paham ke-Islaman, Marxisme dan Nasionalisme Indonesia.
Para analisis nasionalisme beranggapan bahwa Islam memegang peran sangat penting dalam pembentukan nasionalisme ini. Seperti yang di ungkapakan oleh pengkaji nasionalisme Indonesia George Mc. Turnan Kahin bahwa islam yang di sebutnya dengan istilah agama Muhammad bukan saja merupakan mata rantai yang mengikat tali persatuan, melainkan juga merupakan symbol persamaan nasib (in group) menentang penjajahan asing dan penindas yang berasal dari agama lain.
Pandangan senada dikemukakan pula oleh fred R. Von der Machden sebagai mana di kutip bahtiar Effendy bahwa islam merupakan sarana yang paling jelas, baik untuk membangun rasa persatuan nasional maupun untuk membedakan masyarakat Indonesia dari kaum penjajah Belanda. Lebih lanjut Machden menegaskan bahwa satu-satunya ikatan universal yang tersedia diluar kekuasaan colonial adalah islam.
Ikatan universal islam tersebut dalam aksi kolektifnya di wakili oleh gerakan politik yang di lakukan oleh sarekat Islam (SI) yang berdiri pada awalnya dengan nama sarekat Dagang Isalam (SDI) yang di pimpin oleh penguasa yang bernama H. Samanhoedi di Solo pada tahun 1911. Sekalipun di bawah symbol islam, Sarekat Islam (SI) di bawah kepemimpinan H.O.S Tjokroaminoto, Agus Salim dan Abdoel Moeis, telah menjadi organisasi politik pemula yang menjalankan program politik nasional yang mendapat dukungan dari semua kelompok masyrakat luas baik di kota maupun di pelosok desa-desa. Hal itu di sebabkan sarekat Islam mampu menggelorakan semangat nasional menurut pemerintahan sendiri oleh rakyat Indonesia dan kemerdekaan sepenuhnya. Pada penghujung tahun 1920-an popularitas Sarekat Islam armengalami pasang surut sekalipun tidak secara formal menyatakan islam sebagai ideology politik sarekat Islam (SI), namun keinginan eksklusif pada sejumlah tokoh sarekat islam turut menjadi satu sebab kemerosotan Sarekat Islam.
Faktor lainnya yang juga berpengaruh pada berkurangnya reputasi Sarekat Islam (SI) adalah dengan masuknya paham Marxisme kedalam tubuh Sarekat Islam (SI) melalui penyusupan yang dilakukan oleh aktifitas politik partai beraliran kiri yang berada dalam Asosiasi Demokrasi Sosial Hindia Belanda (Indische Social Democratische atau ISDV).
Paham Marxisme pada mulanya berkembang di luar gerakan-gerakan kebangsaan pribumi yang lahir pada 1912 yang menyerukan paham kesetaraan ras,keadilan social-ekonomi dan kemerdekaan,yang didasarkan pada kerjasama Eropa-Indonesia.Pada akhirnya menjadi cikal bakal partai komunis Indonesia yang sepenuhnya beraliran komunis yang dilahirkan oleh dua aktivis Sarekat Islam (SI) cabang Semarang yakni Semaung dan Darsono.
Dalam perkembangan selanjutnya, Soerkarno yang juga di kenal sebaagai murid tokoh Sarekat Islam (SI) Tjokroaminoto mendirikan organisasi politik sendiri yang menggembangkan paham  ideologi politik itu kemudian didirikan pada 1927 dengan nama Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan tujuan seperti organisasi-organisasi sejenis lainnya.Yang menyempurnakan kemerdekaan Indonesia, baik ekonomi maupun politik,dengan pemerintahan yang di pilih oleh dan bertanggung jawab kepada seluruh rakyat Indonesia.Disadari oleh semangat persatuan seluruh rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan, tersebut, PNI di bawah kemempinan Soekarno membangun semangat nasionalismenya kepada paham ideologi (nasionalisme).
Menjelang kemerdekaan, gerakan nasionalis yang di motori oleh Soekarno berhadap dengan kekuatan politik Islam dalam konteks hubungan agama (Islam) dan negara dalam sebuah negara Indonesia merdeka.
Konsep nasionalisme Soekarno mendapat kritikan dari kalangan islam.Tokoh Islam Moehammad Natsir menghawatirkan paham nasionalisme Soekarno dapat berkembang menjadi sikap pafatisme buta (ashabiyah) kepada tanah air.Bagi umat Islam Indonesia akan berakbiat pada pengurusnya tali persaudaraan internasional Umat Islam dari saudara seimannya.
Menghadapi kritikan,dari kalangan Islam Soekarno membantah tuduhan kalangan Islama terhadap gagasan nasionalismenya.Menurutnya, nasionalisme yang di suarakannya, bukanlah nasionalisme yang berwatak sempit, tiruan dari barat atau berwatak cahuvinisme.Menurutnya nasionalisme yang dikembangkan nasionalisme Eropa.Selain mengungkapkan keyakinan watak nasionalisme yang penuh nilai-nilai kemanusiaan,Soekarno juga menyakinkan pihak-pihak yang berseberangan pandangan bahwa kelompok nasional dapat berkerja sama dengan kelompok mana pun baik golongan Islam maupun Marxis.

รจ Unsur – Unsur Pembentukan Identitas Nasional
            Identitas nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Kamajemukan itu merupakan gabungan dari unsure-unsur pembentuk identitas yaitu
รฟ Suku Bangsa
Suku banga adalah golongan social yang khusus bersifat askriptik ( ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umum dan jenis kelaminnya.Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang dari 300 dialek bahasa.
รฟ Agama
Bangsa Indonesia di kenal sebagai masyarakat agamis.Agama – agama yang tumbuh dan berkembang di nusantara adalah Islam , Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu . Agama Kong Hu Cu pada masa orde baru di akui sebagai agama,Tetapi sejak pemerintahan Presiden Abdurrahmad Wahid, istilah agama resmi negara di hapuskan.
รฟ Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makluk social yang isinya adalah perangkat- perangkat atau model- model pengetahuan secara kolektif di gunakan pendukung- pendukungnya  untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang di hadapi dan di gunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak ( dalam bentuk kelakuan dan benda- benda kebudayaan sesuai dengan lingkungan yang dihadapi ). Intinya adalah kebudayaan merupakan patokan nilai- nilai etika dan moral, baik yang tergolong sebagai ideal atau yang seharusnya (world view) maupun yang oprasional dan actual didalam kehidupan sehari-hari (ethos).
รฟ Bahasa
Bahasa merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa di pahami system perlambang yang secara arbitel di bentuk atas unsure – unsure bunyi ucapan manusia dan di gunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.

รจ Nasionalisme Indonesia dan Konsep- Konsep Turunannya
                        Konsep nsionalisme yang dirumuskan oleh para foundingfahter berkelindan dengan konsep-konsep lanjutan lainnya, seperti konsep negara bangsa yang lebih dikonkritkan menjadi bentuk dengan struktur negara Indonesia yang berbentuk republic.
                        Nasionalisme Indonesia pada dasarnya berwatak inklusif dan berwawasan kemanusiaan. Pada perkembangan selanjutnya, watak nasionalisme Indonesia yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh nasionalis mempengaruhi konsep pokok selanjutnya tentang negara bangsa, warga negara dan dasar negara Indonesia atau yang kemudian disebut ideology pancasila.
                        Konsep-konsep itu dirumuskan dalam ketatapan undang-undang dasar 1945.
a.       Negara-bangsa
Konsep negara bangsa ( nation state ) adalah konsep negara modern. Seperti telah diidentifikasikan diatas, suatu negara dikatakan telah memenuhi syarat-syarat pokok selain factor kewilayaan dan kependudukan yang merupakan modal sebuah bangsa ( nation ) sebelum menjadi sebuah negara. Sedangkan untuk menjadi sebuah negara bangsa maka syarat-syarat yang lain adalah adanya batas-batas teritorial wilayah , pemerintahan yang sah, dan pengakuan dari negara lain. Sebagai sebuah negara bangsa kita factor tersebut sudah dimiliki oleh negara Indonesia.
Menurut UUD 1945 pasal 1 dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan, yang berbentuk republic. Republic merupakan bentuk pemerintahan kesatuan Indonesia.
Selain pasal tentang bentuk dan kedaulatan negara, konstitusi UUD 1945 memuat juga pasal-pasal tentang unsur-unsur kelengkapan negara Indonesia lainnya seperti badan legislatif, eksekutif, yudikatif pemerintahan daerah dan sebagainya.
b.      Warga negara
Menurut bab X UUD 45 pasal 26 bahwa yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UUD 45 adalah “Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang-orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia”. Ayat 3 mengatakan ; hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan UU.
c.       Dasar negara pancasila
Sehari setelah Indonesia merdeka terjadi perdebatan serius tentang dasar negara merdeka. Perdebatan panjang yang terjadi di BBUPKI yang terjadi sebelum kemerdekaan tentang dasar negara antara kelompok islam yang menghendaki islam sebagai dasar negara dan golongan nasionalis. Perdebatan ini muncul kembali dalam siding PPKI tanggal 18-8-1945 yang akhirnya disetujui dan ditetapkannya UUD negara RI yang didalam pembukaan UUD 1945 termaktuk dasr negara yang dikenal sebagai nama pancasila. Dengan demikian, secara yudiris konstitisi merupakan ground mor negara republic Indonesia.
d.      Perlunya integrasi nasional
Indonesia istilah integrasimasi sering disamakan dengan istilah pembauran atau asimilasi, pada kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Integrasi diartikan dengan integrasi kebudayaan, integrasi social, dan puralisme social. Integrasi kebudayaan berarti penyusain dasar antara dua kebudayaan atau lebih kebudayaan mengenai berapa unsur kebudayaan ( cultural traits ) mereka yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis). Caranya adalah melalui difusi (penyebaran, dimana unsur kebudayaan baru diserap kedala suatu kebudayaan yang berada dalam keadaan konflik dengan unsur kebudayaan nasinalisme tertentu.
Integrasi sosial adalah penyatuh paduan dari kelompok-kelompok masyarakat yang dasarnya berbeda, menjadi suatu kelompok besar dengan cara menlenyapkan perbedaan dan jatidiri masing-masing. Dalam arti ini, integrasi sosial dengan asimilasi atau pembauran. Perbedaan dengan pembaruaan adalah bahwa kelompok-kelompok sosial yang telah bersatu itu, tetap mempunyai kebudayan yang berbeda. Sedangkan pada kelompok-kelompok masyarakat yang telah membaur itu, perbedaan tersebut sudah tidak ada lagi (darandja).

C.    EKSISTENSI NASIONALISME DALAM ERA GLOBALISASI

Nasionalisme merupakan modal dasar dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nasionalisme merupakan ideologi yang paling berjasa diantara ideologi yang lain dalam memerdekakan Negara dunia III yaitu Negara pasca perang dunia ke-dua. Nasionalisme dalam hal ini memiliki sedikit pergerseran makna yang pada awalnya merupakan usaha dari rakyat eropa untuk melepaskan diri dari dogmatika gereja menjadi sebuah gerakan anti kolonialisme pada bangsa dunia III. Dalam gerakan nasionalisme itu pula muncullah adanya gerakan anti-Internasionalisme. 

Nasionalisme saat ini dirasakan mulai terkikis dengan bebagai faktor. Karena terkikisnya nasionalisme inilah banyak pihak yang mulai membangkitkan semangat nasionalisme melalui berbagai kegiatan. Karena semakin lama dampak dari nasionalisme itu sendiri semakin dapat dirasakan dangan tidak terciptanya kerteraturan sosial yang sangat penting di dalam masyarakat yang majemuk. Dalam bukunya Patologi Nasionalisme, I Nyoman Naya Sujana mengemukakan bahwa salah satu sumber utama dari patologi nasionalisme Indonesia yang berbahaya, yang dapat mengancam eksistensi bangsa dan negara adalah ideologi asing dan faham internasionalsme yang naif.
 Dalam bukunya I Nyoman Naya Sujana juga memepertanyakan apakah pancasila mampu bersaing dengan ideologi-ideologi internacional?. Pancasila dalam hal ini menurut I Nyoman Naya Sujana merupakan salah satu dari sumber nasionalisme bangsa indonesia. Dapat dikatakan juga bahwa pancasila merupakan wujud krisataliassi dari nasionalisme indonesia. Bila kita tarik ke belakang pada kesejarahan indonesia maka kita dapati betapa pentingnya peran nasionalisme dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan perlawan terhadap kolonialisme. Diawali dengan para mahasiswa yang menikmati bangku pendidikan sehingga menimbulkan sikap kritis mereka terhadap lingkungan sekitar, lalu berlanjut ke pembentukan organisasi-organisasi, sumpah pemuda hingga akhirnya membuahkan kemerdekaan kepada indonesia dan pancasila sebagai dasar negara. Nasionalisme juga ambil peran penting dalam hal perlawanan kolonialisme di indonesia, karena ternyata dengan adanya nasionalisme di indonesia pada waktu itu dapat mengintegrasikan seluruh kekuatan di indonesia untuk melawan kolonialisme yang sebelumnya kekuatan di indonesia masih terkotak-kotak oleh kondisi geografis.
Awal dari kemunculan nasionalisme indonesia merupakan untuk membuktikan diri kepada dunia luar tentang eksistensi bangsa negara Indonesia dan juga untuk melawan kolonialisme. Dan banyak di artikel popular dan buku menanyakan bagaimana dengan eksistensi nasionalisme pada negara kesatuan republik indonesia saat ini ?. maka jawaban dari beberapa pemikir seperti I Nyoman Naya Sujana dan  Lili Romli tidak jauh berbeda, mereka mengatakan bahwa yang harus dilakukan adalah bagaimana cara kita untuk mengisi kemerdekaan ini dan salah satunya dengan pembangunan nasional. Nasionalisme dapat dijadikan sebagai dasar pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam bukunya I Nyoman Naya Sujana mengatakan perlunya adanya perubahan dari “ Nasionalisme Bambu Runcing” menuju ke “Nasionalisme Pekerja”. Maksud dari pernyataan tersebut adalah eksistensi nasionalisme masih dibutuhkan dalam membangun negara indonesia ini.
Telah terlihat betapa pentingnya nasionalisme dalam indonesia pada era ini sesungguhnya. Namun yang terjadi saat ini justru kebalikannya, nasionalisme terkikis perlahan dan digantikan oleh faham yang lainnya. Seperti yang telah dijelaskan diatas masalah faham asing dan internasionalisme merupakan salah satu sumber dari patologi nasionalisme di indonesia. Globalisasi merupakan gejala yang tidak dapat terelakkan, kita tidak mungkin menghindari apalagi menolak globalisasi. Dengan demikian  apa yang seperti dikatakan oleh Titik Handayani dalam artikelnya Nasionalisme, Pendidikan dan Tantangan Globalisasi yang bisa kita lakukan adalah mengawal arah globalisasi supaaya menjadi lebih manusiawi. Menurut lili romli Tidak ada bangsa yang mampu memencilkan diri dari kehidupan bangsa internasional. Tak satu bangsapun yang dapat menutup diri dari pengaruh globalisasi dunia.
Globalisasi ini tidak hanya tekait dengan masalah-masalah ekonomi saja namun meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat mulai dari gaya hidup hingga pendidikan. Konsep globalisasi ini juga terkait dengan perkembangan ilmu pengatahuan dan tekonlogi, sudah kita ketahui bahwa dunia saat ini sangat mudah untuk memperoleh akses terhadap informasi melalu media jaringan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mudahnya memperoleh informasi inilah yang sesungghnya menjadi boomerang tersendiri bagi indonesia, hal ini dikarenakan karena mudahnya memperoleh informasi mengenai faham-faham atau ideologi-ideologi yang dapat diakses semakin  mudah.
Kenyataan yang dapat dilihat sekarang nasionalisme mulai terkikis dengan adanya Kasus-kasus KKN yang melibatkan elit politik di indonesia. Jelas KKN bukanlah merupakan prinisp dari nilai nasionalisme namun lebih kepada materialisme dimana individu akan selalu berusaha menambah kekayaannya, belum lagi dengan kasus-kasus yang lainnya seperti kekerasan rasial, kekerasan antara umat beragama, praktik-praktik kecurangan, diskriminatif, dan masih banyak lagi, yang pada akhirnya akan menghamabat perkembangan nasional.
Banyak praktik-praktik yang sudah tidak sesuai dengan pancasila sebagai sumber nasionalisme ini membuktikan bahwa ini merupakan konsep penjajahan dalam bentuk yang baru dimana penjajahan tidak dilakukan dengan cara kekerasan fisik namun dengan cara manipulasi. Ideologi yang mampu mengasingkan ideologi nasionalisme merupakan ideologi yang memiliki peran penting dan cukup berkuasa sehingga dapat mengubah pola perilaku masyarakat melalu konstruksi sosial yang berhasil ia ciptakan.
Dalam perkembangan sejarahnya presiden terdahulu memiliki cara tersendiri dalam mempertahankan nasionalisme ditengah derasnya arus globalisasi. Pada hari kebangkitan nasional 1993, mantan presoden Soeharto mengatakan, pada saat kita akan mengawali kebangkitan nasional kedua kita dihadpakan pada berbgai tantangan yang sangat besar. Dunia mengalami berbagai perubahan yang sangat cepat dan berdampak global yang sangat luas. Karena itu kesadaran nasional yang harus kita tumbuhkan bukan lagi kesadaran yang dilandasi oleh nasionalisme yang terutama bersifat anti penjajahan, melainkan kesadaran nasional isme baru yang bersifat terbuka terhadap proses globalisasi. Dalam megatisipasi arus globalisa, mantan presiden soeharti lebih lanjut mengatakan, kita bersyukur karena sejak semula para pendahulu kita telah memberi arah yang tepat bagi bangsa kita dalam peegaulan dunia itu. Kit tidak hanya ingin hidup terhormat sebgai bangsa, kan tetapi juga ikut ingin aktif dalam membangun perdamaian dunia ( Lili Romli,1999).
Telah dijelaskan di atas arah perkembangan nasionalisme tidak boleh menuju nasionalisme yang chauvinistik. Arah perkembangan yang diharapkan adalah nasionalisme yang terbuka terhadap globalisasi. Yang dimaksud dengan arah perkembangan nasionalism yang terbuka terhadap globalisasi adalah nasionalisme yang dapat menerima unsur-unsur dalam bidang apapun dari luar selama hal tersebut tidak mengancam konsistensi nasionalisme itu sendiri.
Mengembalikan pada pertanyaan awal apakah pancasila sebagai sumber dari nasionalisme dapat bertahan pada era globalisasi. Seperti yang dijelaskan diatas banyak prakti-praktik yang sudah tidak sesuai dengan nasionalisme, hal ini sudah mengindikasikan bahwa nasionalisme sudah sulit untuk bertahan pada era globalisasi. Praktik-praktik yang dilakukan elite politik ini pula yang semakin menyebar luaskan kelesuan terhadap nasionalisme pada masyarakat luas menjadikan kondisi psikologi sosial mereka yang cenderung frustasi dan fatalis. Mengetahui bahwa nasionalisme sudah semakin terkikis ditengah derasnya arus globalisasi yang membawa beragam ideologi, pertanyaan mengenai eksistensi pancasila sebagai sumber nasionalisme ini harus kita lanjutkan dengan  bagaimana Negara Kesaturan Republik Indoneisa dapat mempertahankan nasionalismenya?.
Pertanyaan diatas coba dijelaskan berbeda-beda. Pertama, menurut I Nyoman Naya Sujana adalah dengan meningkatkan kualitas hidup bangsa dan meningkatkan kualitas barang-barang produk dalam negeri. Mengapa hal ini menjadi sangat penting bagi I Nyoman Naya Sujana, ia menganggap bahwa arus globalisasi dengan masuknya ideologi-ideologi adalah akibat dari kalah bersaingnya produk-produk dalam negeri dengan produk-produk asing yang dapat dijangkau dengan mudah melalui perdagangan bebas saat ini. Selanjutnya I Nyoman Naya Sujana mencoba menawarkan solusi dengan cara “mencintai barang-barang produk bangsa sendiri” yang disertai dengan peningkatan mutu kualitas dari produk dalam negeri.
Selanjutnya ia juga coba menjalaskan bahwa nasionalisme ini harus diajarkan semenjak dini karena pembelajaraan yang paling efektif adalah saat seseorang masih pada usia dini. I Nyoman Naya Sujana juga megatakan bahwa dalam hal pembelajaran dapat dikembangkan melalui; (1) keluarga, (2). lembaga pendidikan formal dan informal, (3). organisasi sosial dan organisasi politik, (4) .komunitas karyawan, PNS dan TNI/ POLRI, (5). media massa dan komunikasi, (6). dalam komunitas tokoh-tokoh masyarakat dan agama, (7). dalam seluruh asosiasi dan usaha ekonomi, dan (8). komunitas warga negara di luar negeri.
Menurut Lili Romli, yang perlu dilakukan bangsa indonesia untuk menghadapi nasionalisme yang terkikis oleh derasnya globalisasi adalah penerepan kebijaksanaan dalam bidang sosial ekonomi, kebijakasanaan keterbukaan dan demokratisasi dalam bidang politik perlu dikembangkan. Kran keterbukaan dan demokratisasi perlu dibuka lebar-lebar. Penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia juga perlu ditingkatkan. Karena bila hal-hal diatas tidak ditindaklanjuti maka bisa menimbulkan ketidakstabilan oleh karena itu pendekatan keamanan yang tadi dominan perlu dikurang dan lebih dikembangkan pendekatan kesejahteraan.
Dari hal yang diungkapkan dari I Nyoman Naya Sujan dan Lili Romli, terdapat satu hal yang perlu untuk disebutkan bahwa masyrakat indonesia memerlukan seorang teladan ataupun contoh untuk mengembangkan nasionalisme, hal ini dikarenakan bangsa indonesia sudah jauh dari nasionalisme dan susah untuk mengingat kembali implementasi nasionalisme yang benar seperti apa. Dalam hal ini tentu saja yang patut menjadi teladan merupakan para elite politik dimana mereka merupakan represantasi dari rakyat dan juga memiliki kekuasaan yang cukup besar. Merujuk seperti apa yang sering diungkapkan dalam dunia pendidikan bahwa dalam pendidikan yang efektif mengenai pengajaran nilai-nilai moral tidak hanya dilakukan dengan sosialisai namun juga ditunjukkan melalui perilaku seorang guru sebagai tauladan bagi para muridnya sehingga nilai-nilai moral dapat tersampaikan dengan baik kepada murid didiknya. Hal yang sama yang perlu dilakukan oleh Bangsa Indonesia adalah bagaimana para elite politik dapat menjadi teladan yang baik dalam implementasi nasionalisme yang benar. Diperlukan proses yang cukup panjang dan kompleks dalam membentuk elite poltik dapat memahami serta mengimplementasikan nasionalisme dengan baik.

D.    POTRET NASIONALISME MASA KINI
            Ketika negara yang bernama Indonesia akhirnya terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan penghuninya yang disebut bangsa Indonesia, persoalan ternyata belum selesai. Bangsa Indonesia masih harus berjuang dalam perang kemerdekaan antara tahun 1945-1949, tatkala penjajah menginginkan kembali jajahannya. Nasionalisme kita saat itu betul-betul diuji di tengah gejolak politik dan politik divide et impera Belanda. Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1949, nasionalisme bangsa masih terus diuji dengan munculnya gerakan separatis di berbagai wilayah tanah air hingga akhirnya pada masa Demokrasi Terpimpin,  masalah nasionalisme diambil alih oleh negara. Nasionalisme politik pun digeser kembali ke nasionalisme politik sekaligus kultural. Dan, berakhir pula situasi ini dengan terjadinya tragedi nasional 30 September 1965.
Pada masa Orde Baru, wacana nasionalisme pun perlahan-lahan tergeser dengan persoalan-persoalan modernisasi dan industrialisasi (pembangunan). Maka "nasionalisme ekonomi" pun muncul ke permukaan. Sementara arus globalisasi, seakan memudarkan pula batas-batas "kebangsaan", kecuali dalam soal batas wilayah dan kedaulatan negara. Kita pun seakan menjadi warga dunia. Di samping itu, negara mengambil alih urusan nasionalisme, atas nama "kepentingan nasional" dan "demi stabilitas nasional" sehingga terjadilah apa yang disebut greedy state, negara betul-betul menguasai rakyat hingga memori kolektif masyarakat pun dicampuri negara. Maka inilah yang disebut "nasionalisme negara" (Abdullah, 2001: 37-39).
Tahun 1998 terjadi Reformasi yang memporakporandak-an stabilitas semu yang dibangun Orde Baru. Masa ini pun diikuti dengan masa krisis berkepanjangan hingga berganti empat orang presiden. Potret nasionalisme itu pun kemudian memudar. Banyak yang beranggapan bahwa nasionalisme sekarang ini semakin merosot, di tengah isu globalisasi, demokratisasi, dan liberalisasi yang semakin menggila.
Kasus Ambalat, beberapa waktu lalu, secara tiba-tiba menyeruakkan rasa nasionalisme kita, dengan menyerukan slogan-slogan "Ganyang Malaysia!". Setahun terakhir ini, muncul lagi "nasionalisme" itu, ketika lagu "Rasa Sayang-sayange" dan "Reog Ponorogo" diklaim sebagai budaya negeri jiran itu. Semangat "nasionalisme kultural dan politik" seakan muncul. Seluruh elemen masyarakat bersatu menghadapi "ancaman" dari luar. Namun anehnya, perasaan atau paham itu hanya muncul sesaat ketika peristiwa itu terjadi. Dalam kenyataannya kini, rasa "nasionalisme kultural dan politik" itu tidak ada dalam kehidupan keseharian kita. Fenomena yang membelit kita berkisar seputar: Rakyat susah mencari keadilan di negerinya sendiri, korupsi yang merajalela mulai dari hulu sampai hilir di segala bidang, dan pemberantasan-nya yang tebang pilih, pelanggaran HAM yang tidak bisa diselesaikan, kemiskinan, ketidakmerataan ekonomi, penyalahgunaan kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain, suap-menyuap, dan lain-lain. Realita ini seakan menafikan cita-cita kebangsaan yang digaungkan seabad yang lalu. Itulah potret nasionalisme bangsa kita hari ini.
         Pada akhirnya kita harus memutuskan rasa kebangsaan kita harus dibangkitkan kembali. Namun bukan nasionalisme dalam bentuk awalnya seabad yang lalu.  Nasionalisme yang harus dibangkitkan kembali adalah nasionalisme yang diarahkan untuk mengatasi semua permasalahan di atas, bagaimana bisa bersikap jujur, adil, disiplin, berani melawan kesewenang-wenangan, tidak korup, toleran, dan lain-lain. Bila tidak bisa, artinya kita tidak bisa lagi mempertahankan eksistensi bangsa dan negara dari kehancuran total.
























BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
  • Kesimpulan
Rasa Nasionalisme di Indonesia telah ada dari jaman perjuangan melawan para penjajah hanya tahun demi tahun mengalami penipisan karena adanya banyak faktor yang mempengaruhinya. Diantaranya faktor perekonomian yang mana menimbulkan banyak masalah pengangguran, kemiskinan dan lain-lain. Rasa Nasionalisme itu harus kita pupuk ulang agar tidak hilang ditelan masa. Negara Indonesia sendiri menganut Nasionalisme Pancasila yang mana dalam Nasionalisme ini kita tidak hanya mencintai Bangsa dan Negara Indonesia sendiri tapi juga menghormati Negara dan bangsa lainnya.

  • Saran
Untuk dapat memupuk kembali semangat nasionalisme bangsa Indonesia, salah satunya bisa juga dengan lebih menekankan pada pembenahan bidang perekonomian terlebih dahulu supaya tingkat kemiskinan kita berkurang. Karena jika kita sudah menjadi bangsa yang Adil dan Sejahtera Niscaya Rasa Nasionalisme kita pun akan tinggi dan Rakyat semakin bangga dengan bangsa dan Negara Indonesia tercinta ini.

0 komentar:

Posting Komentar