JENIS-JENIS DELIK (DELIK DOLUS dan DELIK CULPA, DELIK COMMISSIONIS dan DELIK OMMISSIONIS, DELIK SELESAI dan DELIK BERLANJUT)
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
DELIK
DOLUS dan DELIK CULPA
1.
DELIK
DOLUS
Delik dolus adalah delik yang memuat unsur kesengajaan.
Secara umum, para pakar hukum pidana telah menerima adanya tiga (3) bentuk
kesengajaan (opzet), yakni :
a. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk);
Agar dibedakan antara “maksud” (oogemerk) dengan “motif”.
Sehari-hari, motif di identikkan dengan tujuan. Agar tidak timbul
keragu-raguan,diberikan contoh sebagai berikut.
A
bermaksud membunuh B yang menyebabkan ayahnya meninggal. A menembak B dan B
meninggal.
Pada contoh diatas, dorongan untuk membalas kematian ayahnya
disebut dengan motif. Adapun “maksud”, adalah kehendak A untuk melakan
perbuatan atau mencapai akibat yang menjadi pokok alas an diadakannya ancaman
hukuman pidana, dalam hal ini menghilangkan nyawa B. sengaja sebagai maksud MvT
adalah dikehendaki dan dimengerti.
b. Kesengajaan dengan keinsyafan pasti
(opzet als zekerheidsbewuspzijn);
Si pelaku (doer or
dader) mengetahui pasti atau yakin bahwa selain akibat di maksud, akan
terjadi suatu akibat lain. Si pelaku menyadari bahwa dengan melakukan perbuatan
itu, pasti akan timbul akibat lain. Sebagai contoh: A berkehendak untuk
membunuh B. dengan membawa senjata api, A menuju rumah B. akan tetapi, ternyata
setelah sampai di rumah B, C berdiri di depan B. disebabkan rasa marah,
walaupun ia tahu bahwa C yang berdiri di depan B, A toh melepaskan tembakan.
Peluru yang di tembakkan oleh A pertama-tama mengenai C dan kemudian B, hingga
C dan B mati. Dalam hal ini, opzet A terhadap B adalah kesengajaan sebagai
maksud (oogmerk), sedang terhadap C adalah kesengajaan dengan keinsafan pasti
c. Kesengajaan dengan keinsyafan
kemungkinan (dolus eventualis).
Kesengajaan ini juga disebut “kesengajan dengan kesadaran
kemungkinan" bahwa seseorang melakukan perbuatan dengan tujuan untuk
menimbulkan suatu akibat tertentu. Akan tetapi, si pelaku menyadari bahwa
mungkin akan timbul akibat lain yang juga di larang dan diancam oleh
undang-undang. Prof. Bemmelen
menjelaskan pendapat Prof. Pompe sebagai berikut. “yang dinamakan dolus eventualis adalah kesengajaan
bersyarat yang bertolak dari kemungkinan. Artinya, tidak pernah lebih banyak
dikehendaki dan diketahui dari pada kemungkinan itu. Seseorang yang menghendaki
kemungkinan matinya orang lain, tidak dapat di katakan bahwa ia menghendaki
supaya orang itu mati. Tetapi, jika seseorang melakukan suatu perbuatan dengan
kesadaran bahwa perbuatannya akan dapat menyebabkan matinya orang lain, hal itu
menunjukkan bahwa ia memang menghendaki kematian orang.”
Contoh klasik dalam hal dolus eventualis adalah kasus kue
tar dikota Hoorn, sebagai berikut : A hendak membalas dendam terhadap B yang
berdiam di Hoorn; A mengirim pada B sebuah kue tar beracun dengan tujuan
membunuhnya. Ia tahu bahwa selain B, juga tinggal istri B di rumah B. A
memikirkan adanya kemungkinan bahwa istri B yang tidak bersalah akan memakan
kue tar tersebut. Walaupun demikian, ia tetap mengirimkannya. Perkara tersebut
diadili oleh Hof. Amstredam dengan putusan tanggal 9 maret 1911.
Dari uraian tersebut, dolus eventualis bertitik tolak dari
kesadaran akan kemungkinan. Artinya, si pelaku sadar akan kemungkinan tersebut,
misalnya : A selaku sopir bus antar kota
mengemudikan bus dengan kecepatan tinggi. Meskipun salah seorang penumpang
telah memperingatkannya agar hati-hati, ia tetap tidak mengurangi kecepatan
sehingga pada waktu tikungan, bus tersebut terbalik, yang mengakibatan
penumpang S meninggal dan beberapa orang luka berat.
Rumusan “sengaja” pada umumnya dicantumkan dalam suatu norma
pidana. Akan tetpai, ada kalanya rumusan “sengaja” telah dengan sendirinya
tercakup dalam suatu “perkataan”, misalnya perkataan “memaksa”.
Rumusan “sengaja” pada norma hukum pidana dimuat dengan
kata-kata, natara lain :
a. Dengan maksud :
Misalnya
pasal 362 KUHP yang berbunyi :
“barang
siapa mengambil suatu barang yan seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain
dengan maksud untuk memilikinya dengan melawan hukum, dihukum……”
b. Dengan sengaja:
Misalnya
pasal 338 KUHP yang berbunyi:
“barang
siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, dihukum…..”
c. Mengetahui atau diketahuinya:
Misalnya
pasal 480 KHUP yang berbunyi :
“dengan
hukuman penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp.60,00 dapat di
hukum karena penadahan, barang siapa … yang diketahuinya atau patut disangkanya
bahwa barang itu di peroleh dari kejahatan”
d. Dengan rencana lebih dahulu :
Misalny
pasal 340 KUHP yang berbunyi :
“brang
siapa dengan sengaja dan di rencanakan lebih dahulu merampas nyawa orang lain,
dihukum karena bersalah melakukan pembunuhan berencana dengan …”
Selain
dari rumusan “sengaja” diatas, ada rumusan “sengaja” yang telah tercakup dalam
arti atau makna suatu kata. Artinya, hal tersebut tidak mungkin dilakukan tanpa
sengaja. Kata tersebut, antara lain :
1. Dengan paksa :
Misalnya
pasal 167 KUHP yang berbunyi :
“barang
siapa dengan paksa dan melawan hukum memasuki sebuah rumah atau ruangan
tertutup …”
2. Melawan :
Misalnya
pasal 212 KUHP yang berbunyi :
“barang
siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan melawan seseorang pegawai
negeri yang sedang melakukan tugas pekerjaan dengn sah …”
3. Menghasut :
Misalnya
pasal 160 KUHP yang berbunyi :
“barang
siapa dengan lisan atau dengan tulisan menghasut dimuka umum dengan melawan
hukum …”
2.
DELIK
CULPA
Delik culpa adalah delik yang memuat kealpaan sebagai salah
satu unsur. Pada umumnya, kealpaan (culpa) dibedakan atas :
1. Kealpaan dengan kesadaran (bewuste
schuld). Dalam hal ini si pelaku telah membayangkan atau menduga akan timbulnya
suatu akibat, akan tetapi ia berusaha utnutk mencegah, toh timbul jug akibat
tersebut.
2. Kealpaan tanpa kesadaran (onbewuste
schuld). Dalam hal ini, si pelaku tidak membayangkan atau menduka akan timbulnya suatu akibat yang
dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang, sedang ia seharusnya
memperhitungkan akan timbulnya suatu akibat.
Dalam hal unsur kesalahan ini, perlu dicermati perbedaan
antara “kealpaan yang disadari” dengan dolus eventualis yang hampir memiliki
persamaan.
Prof.Mr.Hazewinkel-suringa mengutaran perbedaan antara kedua
hal tersebut, sebgai berikut.
“kealpaan
dengan kesadaran ini ada, kalau yang melakukan perbuatan itu ingat akan akibat
yang berbahaya itu. Tetapi, toh ia berani melakukan tindakan itu krena ia tidak
yakin bahwa akibat itu benar akan terjadi dan ia tidak akan bertindak demikian
kalau ia yakin bahwa akibat itu akan timbul.” Pada waktu membicarakan dolus
eventualis telah di uraikan tentang “kealpaan yang disadari”. Keadaan-keadaan
yang objektif memberi kesimpulan yang sama, tetapi karena keadaan subjektif
memberikan kesmpulan yang sangat berlainan, dari sudut hukum pidana di tinjau
dengan pandangan yang lain. Van Dijk mmberi gambara tentang hal ini dengan member
contoh beberapa pekerja yang sedang bekerja di atas sebuah rumh kemudian
melemparkan sebuah balok ke bawah dan menimpa orang. Jika rumah itu di
kelilingi oleh sebuah kebun partikelir dimana biasanya tidak pernah ada orang,
kejdian itu adalah kejadian yang tiba-tiba dan tidak di sengaja; jadi
pekerja-pekerja itu tidak usah menyangka-nyangka bahwa sedang ada orang yang
berlalu di situ. Namun, apabila di sekeliling rumah biasanya ada orang lewat,
kemudian balok itu di lempar tanpa memikirkan kemungkinan besar ada orang yang
berjalan disitu, dapt dikatakan ada “kealpaan yang disadari” sehingga
pekerja-pekerja tersebut dikatakan telah melakukan suatu kelalain besar.
Demikian pula apabila para pekerja tersebut mempertimbangkan kemungkinan
itu,tetapi mereka mengharapkan bahwa bahwa pada saat itu tidak ada orang yang
berjalan disitu, sedang hal itu tidak boleh di harapkan, kejadian itu dinamakan
“kealpaan yang disadari” sehingga mereka dikatakan tidak hati-hati.
Sedang
apabila mereka mengingat ada kemungkinan bila terbunuhnya seseorang yang sedang
lalu lalang disitu, namun balok itu toh tetap dilemparkan karena orang-orang
itu lebih suka melemparkan balok itu dari pada mengangkutnya dengan susah
payah, hal iyu dinamakan dolus
eventualis.
Berdasarkan uraian diatas bahwa jelas faktor subjektif dari
si pelaku tersebut yang menentukan jenis kesalahan, apakah dolus atau kealpaan yang disadari. Hal ini harus dapat di
formulasikan dari keterangan tersangka atau terdakwa yang mengungkapkan pertimbangannya
mengapa ia melakukan perbuatan yang menimbulkan akibat tersebut.
Selain daari bentuk “kealpaan” tersebut, ada juga pakar yang
membedakan “kealpaan” sebagai berikut .
1. Kealpaan yang dilakukan secara
mencolok, yang disebut dengan culpa lata
2. Kealpaan yang dilakukan secara
ringan, yang disebut dengan culpa levis.
Guna memahami dengan seksama tentang “kelapaan”, tidak berlebihan dicermati
contoh-contoh yang diutarakanoleh Prof. Satochid Kartanegara sebagai berikut :
1. Akibat yang timbul karena tidak berbuat.
Seorang yang diwajibkan memindahkan rel kereta api tahu bahwa ia pada suatu
saat harus memindahkan rel. Akan tetapi, justru pada saat ia harus memindahkan
rel tadi, Ia lupa melakukan kewajibannya, misalnya ia sedang menanak nasi
hingga kereta api yang datang itu menubruk kereta api lainnya di stasiun.
Ilustrasi di atas merupakan contoh dari timbulnya suatu akibat yang di sebabkan
oleh kelalaian untuk berbuat sesuatu, jadi terjadi karena tidak berbuat.
2. Pemburu babi hutan. Seorang pemburu
babi hutan membawa sepucuk senjata api. Pada suatu hari ia memasuki hutan guna
memburu babi hutan. Pada suatu saat, ia melihat daun bergerak-gerak dan mengira
bahwa yang menggerakan daun-daun itu adalah seekor babi hutan karena ia melihat
bekas-bekas babi hutan. Disebabkan oleh keinginannya untuk menembak babi hutan
maka dari jarak yang cukup jauh, ia mengarahkan senapannya kearah daun yang
bergerak itu. Akan tetapi, setelah ia melepaskan tembakan, ia mendengar orang
minta tolong. Kemudian ternyata bahwa orsng ysng mints tolong itu telah kena
peluru si pemburu dan tidak lama kemudian meninggal.
3. A sedang membersihkan senjata api
yang dikiranya kosong, tiada pelurunya. Tiba-tiba senjat itu meletus dan
mengenai orang. Dari A dapat diharapkan agar ia terlebih dahulu memeriksa
senjatanya sebelum di bersihkan.
B.
DELIK
COMMISSIONIS dan DELIK OMMISSIONIS
1.
DELIK
COMMISSIONIS
Delik commisionis adalah tindak pidana yang perbuatannya
berupa perbuatan aktif (positif). Perbuatan aktif (disebut perbuatan materiil)
adalah perbuatan yang untuk mewujudkan disyaratkan adanya gerakan dari anggota
tubuh orang yang berbuat. Dengan berbuat aktif, orang melanggar larangan,
perbuatan aktif ini terdapat baik tindak pidana yang dirumuskan secara formil
maupun materiil. Sebagian besar tindak pidana yang dirumuskan dalam KUHP adalah
tindak pidana aktif.
Beberapa pasal yang mengatur tentang delik ini di dalam KUHP
yaitu :
·
Pasal 338 yang berbunyi : Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun.
contoh kasus : Si A dengan sengaja menembak
Si B, mengakibatkan Si B meninggal dunia.
·
Pasal 351 yang berbunyi : (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara
paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah, (2) Jika perbuatan mengakibatkan
luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun, (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun, (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan, (5)
Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Contoh kasus : Si A berjalan kerumah
pamannya, tiba-tiba Si B menghadang Si A dan langsung memukuli Si A
mengakibatkan Si A mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya.
·
Pasal 362 yang berbunyi : Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki
secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Contoh kasus : si A memasuki rumah si B untuk
mencuri mengakibatkan si B mengalami kerugian materi.
2.
DELIK
OMMISSIONIS
Berbeda
dengan tindak pidana pasif, dalam tindak pidana pasif, ada suatu kondisi dan
atau keadaan tertentu yang mewajibkan seseorang dibebani kewajiban hukum untuk
berbuat tertentu, yang apabila tidak dilakukan (aktif) perbuatan itu, ia telah
melanggara kewajiban hukumnya tadi. Di sini ia telah melakukan tindak pidana
pasif. Tindak pidana ini dapat disebut juga tindak pidana pengabaian suatau
kewajiban hukum.
Tindak
pidana pidana pasif ada dua macam, yaitu tindak pidana pasif murni dan tidak
murni disebut dengan (delicta commisionis
per omissionem).
Tindak
pidana pasif murni adalah tindak pidana pasif yang dirumuskan secara formil
atau tindak pidana yang pada dasarnya semata-mata unsur perbuatannya adalah
berupa perbuatan pasif.
Tindak
pidana pasif yang tidak murni adalah yang pada dasarnya berupa tindak pidana
positif, tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat aktif, atau tindak
pidana yang mengandung suatau akibat terlarang, tetapi dilakukan dengan atau
tidak berbuat/atau mengabaikan sehingga akibat itu benar-benar timbul. Misalnya
pada pembunuhan 338 (sebenarnya tindak pidana aktif), tetapi jika akibat
matinya itu di sebabkan karena seseorang tidak berbuat sesuai kewajiban
hukumnya harus ia perbuat dan karenanya menimbulkan kematian, disini ada tindak
pidana pasif yang tidak murni.
Contoh
kasus : seorang ibu tidak menuyusui anaknya agar mati, perbuatan ini melanggar
pasal 338 dengan seccara perbuatan pasif.
C.
DELIK
SELESAI dan DELIK BERLANJUT
1.
DELIK
SELESAI
Delik selesai yaitu
delik yang terdiri atas kelakuan untuk berbuat atau tidak berbuat dan delik
telah selesai ketika dilakukan, seperti kejahatan tentang pengahasutan,
pembunuhan, pembakaran ataupun pasal 330 KUHP yang berbunyi:
(1) Barang siapa dengan sengaja menarik
orang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang
ditentukan atas dirinya atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Bilamana dalam hal ini dilakukan
tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau bilamana anaknya belum
berumur 12 tahun, dijatuhkan hukuman pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Berdasarkan bunyi ayat
(2) pasal ini, maka unsur kekerasan atau ancaman kekerasan merupakan hal yang
memperberat pidana. Jadi, delik aslinya yang tercantum di ayat satu tidak perlu
ada unsur kekerasan atau ancaman kekerasan.
Contoh kasus : Si A
menembak Si B sampai Mati.
2.
DELIK
BERLANJUT
Delik berlanjut yaitu
delik yang terdiri atas melangsungkan atau membiarkan suatu keadaan yang
terlarang, walaupun keadaan itu pada mulanya ditimbulkan untuk sekali
perbuatan. Contohnya, terdapat dalam :
·
pasal 221 ayat 1 yang berbunyi : Diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak empat rihu lima ratus rupiah: 1.barang siapa dengan sengaja
menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena
kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari
penyidikan atau penahanan oleh penjahat kehakiman atau kepolisian, atau oleh
orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk
sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian; 2. barang siapa
setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau
untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya,
menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau
dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau
menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau
kepolisian maupun olsh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-
menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
Contoh kasus : Si A
telah melakukan pembantaian di suatu desa dan telah menjadi buronan polisi dan
kemudian kabur dan bersembunyi di rumah Si B. Polisi datang ke rumah Si B untuk
mencari Si A, namun Si B merahasiakan keberadaan Si A di rumahnya, sampai
akhirnya polisi melakukan penggeledahan dan menemukan Si A bersembunyi di dalam
rumah Si B.
·
pasal 333 ayat 1 berbunyi : Barang siapa dengan
sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan
perarnpasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling
lama delapan tahun.
Contoh
kasus : Si A menjadikan Si B sebagai budaknya.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Delik dolus adalah delik yang memuat unsur kesengajaan. Secara umum, para pakar
hukum pidana telah menerima adanya tiga bentuk kesengajaan (opzet), yakni : (1) Kesengajaan sebagai
maksud (opzet als oogmerk); (2)
Kesengajaan dengan keinsyafan pasti (opzet
als zekerheidsbewuspzijn); dan (3) Kesengajaan dengan keinsyafan
kemungkinan (dolus eventualis).
Delik
culpa adalah delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur. Pada umumnya,
kealpaan (culpa) dibedakan atas : (1) Kealpaan dengan kesadaran (bewuste
schuld) dan (2) Kealpaan tanpa kesadaran (onbewuste schuld). Selain dari bentuk
“kealpaan” tersebut, ada juga pakar yang membedakan “kealpaan” sebagai berikut
: (1) Kealpaan yang dilakukan secara mencolok, yang disebut dengan culpa lata, (2) Kealpaan yang dilakukan
secara ringan, yang disebut dengan culpa
levis.
Delik
commisionis (tindak pidana aktif) adalah tindak pidana yang perbuatannya berupa
perbuatan aktif (positif).
Delik
ommisionis (tindak pidana pasif) dapat disebut tindak pidana pengabaian suatau
kewajiban hukum. Tindak pidana pidana pasif ada dua macam, yaitu tindak pidana
pasif murni dan tidak murni disebut dengan (delicta
commisionis per omissionem).
Delik selesai yaitu delik yang terdiri atas kelakuan
untuk berbuat atau tidak berbuat dan delik telah selesai ketika dilakukan.
Delik berlanjut yaitu delik yang terdiri atas
melangsungkan atau membiarkan suatu keadaan yang terlarang, walaupun keadaan
itu pada mulanya ditimbulkan untuk sekali perbuatan.
0 komentar:
Posting Komentar