HUBUNGAN NILAI ANTARA PANCASILA DENGAN PEMBUKAAN UUD 1945
BAB
II
PEMBAHASAN
Hubungan
Nilai antara Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945
Nilai-nilai dalam pancasila menjadi pioneer, dasar, semangat, serta sebagai penuntun bangsa ketika
bangsa Indonesia ingin membangun bangsa untuk mencapai tujuan nasional dari
bangsa ini. Hal ini telah tertuang pada Pembukaan UUD 1945. Hubungan antara
Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila jika dilihat secara formal, Pancasila secara
formal telah di cantumkan dalam pembukaan UUD 1945, sehingga pancasila
memperoleh kedudukan sebagai dasar hukum yang positif dan mempunyai kedudukan
yang kuat, tetap dan tidak dapat di ubah dan terletak pada kelangsungan hidup
negara Republik Indonesia.
Secara Material Pancasila merupakan sumber hukum materiil
yaitu sumber dari segala sumber hukum. Artinya pancasila berdasarkan
urut-urutan tertib hukum indonesia dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai
tertib hukum yang tertinggi. Dengan kata lain Pancasila merupakan sebagai
sumber tertib hukum. Hal ini membuktikan bahwa tertib hukum Indonesia dijabarkan
dari nlai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Istilah Pancasila
sebagai weltanschauung dan dasar
negara telah kita dengar untuk pertama kali waktu soekarno memeberikan pidato
sambutannya pada tanggal 1 juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dan isi hakikinya tertuang dalam taks resmi
pembukaan UUD 1945. Ini berarti bahwa tanpa spesifikasi lain, tiap ucapan
istilah Pancasila diartikan mengacu pada pembukaan UUD 1945 (Poespowardojo,
1989: 4).
Dari konteks
Pembukaan UUD 1945 ini jelaslah bahwa fungsi dasar pancasila ialah sebagai
dasar negara. Sesuai dengan rumusan yang tertulis secara eksplisit dan
berdasarkan pandangan yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka Pancasila
adalah dasar yang melandasi bangunan negara RI (Poespowardojo, 1989: 4). Ini
berarti ada hubungan interinsik antara negara RI dengan Pancasila sebagai landasannya
(Poespowardojo, 1989: 4). Melestarikan negara RI berarti mempertahankan
Pancasila sebagai landasannya, dan sebaliknya menolak Pancasila berarti
merombak bangunan negara RI (Poespowardojo, 1989: 4). Secara singkat dapat
disimpulkan bahwa Pancasila adalah landasan ideologis bagi negara RI. Kenyataan
harus dipegang teguh sebagai prinsip utama dan titik pangkal (Poespowardojo,
1989: 4).
Secara kultural dasar-dasar pemikiran dan
orientasi Pancasila pada hakikatnya bertumpu pada budaya bangsa. Nilai-nilai
pancasila pada dasarnya terdapat secara fragmentris
dan sporadis dalam kebudayaan
bangsa yang tersebar di seluruh Kepulauan Nusantara, baik pada abad-abad
sebelumnya, maupun pada abad kedua puluh, dimana masyarakat Indonesia telah
mendapatkan kesempatan untuk berkomunikasi dan berkulturasi dengan kebudayaaan
lain. Oleh karena itu pancasila mencerminkan nilai-nilai budaya baik
tradisional maupun modern. Adalah jasa para pelopor kemerdekaanlah, yang patut
mendapatkan penghargaan sepenuhnya, bahwa mereka berhasil menggali dan
merangkum secara dan tajam nilai-nilai dasar budaya masyarakat menjadi keseluruhan
ideologis yang utuh dan terpadu dengan memperhatikan pengalaman hidup dan
bahkan memanfaatkan pikiran serta orientasi yang actual dalam perkembangan
dunia internasional (Poespowardojo, 1989: 5).
Kalau kita
mengkaji rurmusan yang terungkap dalam pembukaan UUD 1945 dan kenyataan hidup
yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari, jelaslah bahwa pancasila
dimaksudkan sebagai landasan serta pedoman bagi kehidupan bangsa dan negara
dalam menyongsong hari depan. Pancasila merupakan kesepakatan nasional yang
harus ditaati dan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita bersama yang telah
ditentukan (Poespowardojo, 1989: 6).
1.
Rumusan
Pancasila secara formal dewasa ini
Yang dimaksudkan dengan rumusan formal ialah
yang termuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Poespowardojo, 1989: 15)
yakni:
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Kemanusiaan yang adil dan
beradab.
3.
Persatuan Indonesia.
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh
Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan.
5.
Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Rumusan itulah yang digunakan secara sah hingga saat ini. Rumusan
pancasila sedemikian itu memiliki dasar hukum yang kokoh dan mantap (Sumarno,
1989:15) yakni :
1.
Disahkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia tanggal 18 Agustus 1945
2.
TAP MPRS No. XX/MPRS/1966,
tanggal 5 Juli 1966
3.
TAP MPR No. IV/MPR/1973,
tanggal 22 Maret 1973
4.
TAP MPR No. II/MPR/1978,
tanggal 22 Maret 1978
Dasar hukum
itulah yang memantapkan kedudukan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara
di tanah air kita. Namun seperti telah dikatakan, perjalanan Pencasila untuk
sampai pada kedudukan yang mantap ini tidaklah mulus. Banyak lubang yang harus
dilalui (Poespowardojo, 1989:16).
2.
Undang-undang Dasar 1945
Dengan Dekrit Presiden tanggal 15 juli
1959 yang kemudian diterima baik oleh Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilihan
Umum tahun 1955 pada tanggal 22 Juli, maka Undang-Undang Dasar 1945 kembali
berlaku lagi, sekaligus dengan mantap memuat Pancasila, Dasar Negara di dalam
alinea ke IV Pembukaannya, sebagaimana dilahirkan pada tanggal 18 Agustus 1945
( Sumarno, 1984: 99).
Dengan Dekrit Presiden yang didukung
oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 22 Juli 1959, maka Undang-Undang
Dasar 1945 yang dahulu bersifat sementara, kini menjadi tetap (Sumarno,
1984:99).
Sebagaimana diketahui, berdasar pada 137
Undang-Undang Dasar Sementara pada tahun 1950 ditentukan persyaratan dalam
memutus rancangan Undang-Undang Dasar
baru. Syarat itu antara lain, setelah rancangan itu diterima, dikirimkan kepada
presiden dan disahkan oleh pemerintah. Karena konstituante berdasar hukum
darurat ketatanegaraan dibubarkan, maka pengesahan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
hasil Pemilu tahun 1955 dianggap cukup mendukung pengesahan. Dengan demikian
sejak Dekrit tanggal 5 juli 1959 yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat tanggal
22 juli 1959, Undang-Undang Dasar 1945 menjadi tetap (Sumarno: 1984:100).
Demikian juga, sejak berlakunya kembali Undang-Undang
Dasar 1945, maka Pancasila, dasar negara harus kembali pada rumusan asli yang
resmi disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Ini berarti, bahwa rumusan dasar
negara sebagaimana dicantumkan dalam alinea ke III dari mukkadimah-mukkadimah
Konstitusi RIS dan UUDS, harus dikembalikan kepada rumusan asal. Rumusan asal
yang diterima dengan mufakat bulat secara aklamasi pada tanggal 18 agustus 1945 adalah (Sumarno,
1984:100):
1.
Ketuhanan Yang Maha
Esa.
2.
Kemanusiaan yang adil dan
beradab.
3.
Persatuan Indonesia.
4.
Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5.
Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Dengan
rumusan Pancasila sebagaimana telah diterima secara resmi dengan sah
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, kini
dengan sah menjadi dasar negara yang tetap, rumusan tersebut sebagai
satu-satunya rumusan Pancasila. Ini perlu ditegaskan agar kita tidak
menggunakan rumusan lain seperti misalnya rumusan yang dimuat di dalam Konstitusi
RIS dan di dalam Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (Sumarno, 1984: 100).
Demikian pula, mengenai hari lahirnya
Pancasila, mengingat perubahan-perubahan yang terjadi dan berulang-dibahas di
dalam sidang BPUPKI, lahirnya Pancasila adalah pada saat disahkan tanggal 18
Agustus 1945 dengan catatan kita mengakuinya sebagai hasil kepribadian
Indonesia sendiri (Sumarno, 1984: 100-101).
Ini menegaskan sekaligus, bahwa
Pancasila kita bukan hasil gabungan antara Doktrin Amerika dan Uni Soviet,
Deklarasi Amerika Serikat dan Manifesto Komunis Rusia, bukan pula ideologi
lain, tetapi asli Indonesia (Sumarno, 1984:101).
Seterusnya, Pancasila yang berlaku pada
saat ini adalah Pancasila, dasar negara sebagaimana dimuat di dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, sebagai pandangan hidup bangsa dan kepribadian bangsa
yang telah beberapa kali mendapat ujian dan berhasil dalam mempertahankan dan
membela kebenaran terakhir pada saat menumpas G.30.S/PKI, karena Pancasila
dalam arti demikian, diridhoi oleh Tuhan Yang Mahas Esa (Sumarno, 1984:101).
Sekedar kembali pada pembahasan di atas,
Pancasila yang dimaksud bukan sebagai rumusan masalah di dalam Mukaddimah-Mukaddimah
Konstitusi RIS dan UUDS (Sumarno, 1984:101):
1.
Ke-Tuhanan Yang Maha
Esa.
2.
Perikemanusiaan
3.
Kebangsaan
4.
Kerakyatan
5.
Keadilan Sosial
Yang
dimaksud dengan Pancasila adalah
(Sumarno, 1984:101):
1.
Ketuhanan Yang Maha
Esa.
2.
Kemanusiaan yang adil
dan beradab.
3.
Persatuan Indonesia.
4.
Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
5.
Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
3.
Realisasi Isi, Arti Pancasila dalam
Tertib Hukum Indonesia
Pengertian
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia juga disebut sebagai Philosofishe Gronslag dari negara Indonesia (Staatside).
Dalam pengertian ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar kerohanian dalam
mengatur pemerintahan negara Indonesia. Pengertian dasar negara tersebut sesuai
dengan bunyi pernyataan yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu: “….maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam UUD Negara Indonesia,
yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” ( Kaelan, 2002: 111-112).
Mengenai
kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia menurut Notonegoro
dalam bukunya “Berita Pikiran Ilmiah
Tentang Jalan Keluar dari Kesulitan mengenai Pancasila sebagai Dasar Negara
Republik Indonesia”, antara lain menyatakan: …. di antara unsur-unsur pokok
kaidah negara yang fundamental, asas kerohanian Pancasila mempunyai kedudukan
istimewa dalam hidup kenegaraan dan hukum bangsa Indonesia. Di bagian lain
beliau menyatakan bahwa, norma hukum yang pokok dan disebut pokok kaidah negara
yang fundamental itu dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap,
kuat dan tak berubah bagi negara yang dibentuk, dengan lain perkataan dengan
jalan hukum tidak diubah (Kaelan, 2002:112).
Berdasarkan
pendapat tersebut diatas maka konsekuensinya segala pelaksanaan dan perwujudan
tertib hukum Indonesia, termasuk hukum dasar Indonesia baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis harus bersumber pada pokok kaidah negara yang
fundamental yang berintikan Pancasila (Kaelan, 2002:112).
Fungsi pokok
Pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia sebagaimana yang
tercantum dalam UUD 1945 dan realisasi Pancasila sebagai dasar negara adalah
sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia
sebagaimana tertuang dalam Ketetapan No. XX/ MPRS/ 1966 (jo. Ketetapan No. V/
MPRS/ 1973, dan Ketetapan No. IX/ MPR/ 1978) (Kaelan 2002:112).
Secara formal
kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945. Karena kedudukannya yang amat sentral dalam Pembukaan UUD
1945, maka Pancasila yaitu sebagai pokok Kaidah Negara yang fundamental, yaitu
sebagai norma dasar yang harus dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD
1945 beserta hukum positif negara Indonesia yang lainnya (Kaelan, 2002:112-113).
Pancasila yang
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai dasar-dasar yang mendahului dan
menyertai Proklamasi Kemerdekaan, yaitu: hak
kodrat dan hak moral atas kemerdekaan, perikemanusiaan dan perikeadilan (alinea
I), kemerdekaan, persatuan, keadilan, dan kemakmuran (alinea II), keyakinan
hidup religius dan kemerdekaan (alinea III), tujuan negara, asas politk negara,
dan UUD negara (alinea IV). Maka Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah
negara yang fundamental dan merupakan asas kerohanian Pancasila yang tertib
hukum Indonesia, di dalamnya terkandung pengakuan adanya hukum Tuhan (alinea III), hukum
kodrat (alinea I), hukum etis (alinea I dan III). Selain
itu terdapat juga hukum filosofis yaitu asas kerohanian Pancasila yang
mendasari hukum positif Indonesia (alinea IV). Rangkaian berbagai macam hukum
tadi pada akhirnya dijabarkan dalam suatu kesatuan sistem hukum yang berlaku pada
waktu tertentu dan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, dan yang
demikian ini disebut tertib hukum Indonesia (Kaelan, 2002: 113).
Negara Indonesia
memang bukan negara yang berdasarkan atas agama tertentu, namun dalam
pelaksanaan tertib hukumnya pada hakikatnya mengakui adanya hukum Tuhan, hukum etis, hukum kodrat,
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Hukum Tuhan, Hukum Etis, hukum kodrat tersebut merupakan sumber
bahan dan sumber nilai bagi hukum positif Indonesia, di samping sumber lain
yang berupa aspirasi masyarakat serta realitas perkembangan jaman. Dalam hal
ini negara merupakan pelaksana yang aktif dalam pelaksanaan dan realisasi hukum
positif Indonesia dengan mengambil bahan dan nilai dari hukum Tuhan, hukum
kodrat, dan hukum etis sesuai dengan situasi dengan situasi kondisi, serta
kebijaksanaan tertentu (Kaelan, 2002: 113).
Dengan
demikian konsekuensinya bagi setiap realisasi dan pelaksanaan hukum positif
Indonesia harus senantiasa sesuai dengan nilai hukum Tuhan. Hukum kodrat, hukum
etis, dan hukum filosofis. Nilai-nilai hukum tersebut dengan sendirinya
merupakan suatu ukuran bagi setiap hukum positif Indonesia, yaitu Undang-Undang
Dasar dan seluruh peraturan perundang-undangan yang lainnya apakah telah sesuai
dengan aturan-aturan yang berasal dari Tuhan (hukum Tuhan), dengan
perikemanusiaan dan perikeeadilan (hukum kodrat) dengan nilai-nilai kebaikan
(hukum etis), dengan nilai-nilai Pancasila yang abstrak umum universal (hukum
filosofis). Dengan lain perkataan pelaksanaan hukum positif Indonesia harus
berlandaskan asas-asas nilai kerohanian Pancasila dan asas-asas nilai yang
lainnya sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Selain itu juga
merupakan suatu keharusan bagi negara Indonesia untuk menjadi asas-asas
nilai-nilai sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 tadi sebagai
ukuran dalam penyusunan, pengembangan dan interpretasi semua peraturan hukum
yang berlaku di Indonesia (Notonegoro dalam Kaelan, 2002: 113-114).
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pemaparan
di atas dapat disimpulkan, bahwa:
1.
Dalam pembukaan UUD
1945 dan kenyataan hidup yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari, jelaslah
bahwa pancasila dimaksudkan sebagai landasan serta pedoman bagi kehidupan
bangsa dan negara dalam menyongsong hari depan. Pancasila merupakan kesepakatan
nasional yang harus ditaati dan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita bersama
yang telah ditentukan.
2.
Karena
kedudukannya yang sangat sentral dalam Pembukaan UUD 1945, maka Pancasila yaitu
sebagai pokok Kaidah Negara yang fundamental, yaitu sebagai norma dasar yang
harus dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD 1945 beserta hukum positif
negara Indonesia yang lainnya.
B. Saran
Agar hasil penulisan dapat dimaksimalkan , penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut:
1.
Bagi
masyarakat, agar dapat mengetahui dari hubungan nilai antara Pancasila dengan
Pembukaan UUD 1945 sehingga dalam hidup dan kehidupannya dapat sesuai dengan
hal-hal yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945 baik pembukaan maupun batang
tubuhnya..
2.
Bagi
pemerintah, diharapkan mampu menjadi cerminan dari penjiwaan maupun
mengimplementasian nilai-nilai yang terdapat Pancasila dan UUD 1945 baik
pembukaan maupun batang tubuhnya sehingga roda pemerintahan dapat berjalan
sesuai dengan apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa terdahul.
3.
Bagi
penulis selanjutnya, diharapkan mengembangkan gagasan tertulis ini untuk memahami
dan melakukan pengkajian lebih lanjut tentang hubungan nilai antara Pancasila
dengan Pembukaan UUD 1945.
Koreksi, dekrit presiden 5 Juli 1959. Bukan 15 Juli
BalasHapus