BIMBANG
Aku
seseorang yang tidak tau kemana
langkahku untuk hari ini,esok dan seterusnya. Hatiku tak menentu tentang
pilihan dan jalan hidupku. Bagaikan jalan tertutup oleh kabut sang penyihir
yang menutup mata batinku untuk memilih
jalan yang akan membawaku menuju singgasana teringgi dalam hidupku.
Kadang
diantara sela-sela kesenjanganku, terbesit pikiran bagaimana caranya hingga
tujuan hidup itu tidak terombang ambing lagi dilautan mimpi yang tak kunjung ku
ketahui kapan akan menepih. Namun jujur, kadang ku merasa bahwa hidup didunia
mimpi sangatlah menyenangkan walau ku tahu bahwa tempatku untuk merantau adalah
sebuah dunia yang penuh dengan fatamorgana kehidupan yang membuatku pusing
tujuh keliling untuk menentukan satu pilihan yang akan membibingku untuk lepas
dari fenomena ini.
Berbagai
macam suguhan jalan terpampang didepanku dengan segenap penawaran,bujuk rayuan
sampai seles yang tak kunjung lelah menawarkan segala investasi dengan segala
resikonya kepadaku. Namun, bagaikan ku di suguhi berbagai macam makanan yang
asing buatku,dengan berbagai macam tampilan yang menarik bagi semua yang
melihatnya, membuatku pusing untuk menentukan yang mana yang akan ku pilih.
Apakah
sebenarnya yang paling ku inginkan dalam hidup ini? Itulah tanda tanya yang selalu
muncul dalam benakku setiap kali ku merenung tentang jembatan yang akan
kusebrangi, sekali ku melangkah ku tak boleh kembali karena di belakangku akan
selalu ikut polisi yang bertitelkan dogma masyarakat yang setia menjadi
komentator abadi terhadap semua gerak-gerikku. Setiap kali ku mencoba, maka
setiap kali pula ku merasa bimbang tentang hasilnya nanti.
Namun,
kuteringat sebuah dongeng yang selalu dilantungkan ditelingaku ketika ku masih
tak bisa lepas dari pelukan bundaku. Dongeng itu menceritakan seorang anak
miskin yang ingin menggapai langit dengan
tanganya. Keinginan itu untuk mayoritas orang hanya sebuah mimpi yang
tak akan menjadi nyata. Namun untuk si anak miskin, itu semua hanyalah sebuah
tembok yang suatu saat akan bisa dilaluinya dengan kekuatan tekadnya. Jalan
hidupnya hanyalah berusaha untuk melewati tembok itu, semua cara dia lakukan
untuk mencapai tujuanya. Hari ini, esok, dan seterusnya adalah perjuangan
baginya hingga akhirnya, tembok yang bediri kokoh sebagai halanganya itu dapat ia taklukkan.
Dari
saat itulah, ku berusaha untuk menjadi si anak miskin tadi, dengan tekad yang
kuat ku tentukan satu jalan yang akan ku jadikan tujuan perantauanku yang
akhirnya ku akan menetap diujungnya kelak bersama seorang pendamping yang
bernama kesejahtraan dan buah hati yang bernama kebahagiaan.
Dimasa
tuaku nanti, nasib kan terus menemaniku, membuatku bak seorang kaisar yang
menjadi junjungan rakyatku. Dikala ku tertidur nyenyak, semilir angin
mengayunku membawaku ke langit tingkat tertinggi, menembus teras bidadari yang
terus menyapa mebuatku terasa tak ingin kembali menapakan kakiku diduniaku. Oh
tuhan, itulah impian seorang hamba yang tak tau kemana lagi mengadu dan tak tau
lagi kemana lagi ia meminta.
Ketika
ku duduk diteras dan terus meratap, apakah semua yang ku inginkan kan jadi
suatu kenyataan ataukah akan terkubur dalam benak pikiranku untuk selamanya,
akankah semua impian itu akan menjadi suatu arsip kumuh yang tertata rapi
didalam perpustakaan impian hidupku. Suatu saat kelak semua tanda Tanya yang
bergelut dalam pikiran ini akan terjawab, itu sudah pasti namun sekarang yang
kupikirkan akankah ku mampu menerima kenyataan itu, akankah ku ikhlas dengan
segala hasilnya nanti. Tapi bila ku berpikir seperti itu, kapan diri ini dapat
menembus langit tertinggi impian itu, yang bisa kulakukan sekarang adalah
mencoba dan terus mencoba semua cara yang bisa dan mampu ku lakukan yang ada
dalam lintas batas kemampuan ini dan tetap bisa mendapat rahmatya. Hasil dari
semua itu adalah suatu misteri yang membuat hidup ini lebih manantang untuk di
jalani dengan tekad sekuat batu karang dan setinggi gunung, ku yakin dan
percaya ku kan menaklukkan impian itu.
0 komentar:
Posting Komentar