KURIKULUM SEKOLAH


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kurikulum Sekolah
Secara etimologis, kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang arinya pelari dan curere  yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum  berasal dari dunia olahraga pada zaman romawi kuno di yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus di tempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish. Istilah kurikulum ini di gunakan dalam dunia pendidikan, dengan pengertian bahwa kurikulum adalah sejumlah pengetahuan atau mata pelajaran yang harus di tempuh atau di selesaikan pebelajar guna mencapai suatu tingkatan atau ijazah.
Pengertian kurikulum tidak hanya tidak hanya terbatas pada sejumlah daftar mata pelajaran atau bidang studi saja, tetapi juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan pebelajar dalam rangka belajar. Pengertian kurikulum secara luas tidak hanya berupa mata pelajaran atau bidang studi dan kegiatan-kegiatan belajar pebelajar saja, tetapi juga segala sesuatu yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi pebelajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.

Setelah mengetahui konsep dasar kurikulum di atas, maka dikemukakan kurikulum sekolah. Dalam UU RI No. 2 tahun 1989 dikemukakan bahwa kurikulum sekolah adalah merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah. Suharsimi (1988) mengemukakan bahwa kurikulum sekolah adalah merupakan seperangkat pengalaman belajar pebelajar di bawah pengawasan sekolah. Ansyar dan Nurtain (1992) mengemukakan bahwa kurikulum bahwa sekolah adalah memuat seperangkat isi pembelajaran yang harus diajarkan guru, atau yang harus dipelajari pebelajar. Isi pembelajaran itu dapat berupa data, iunformasi, dan fakta.
Bila ditelaah pengertian kurikulum di atas, dalam kaitannya dengan pembelajaran, maka kurikulum mengandung beberapa indikasi, bahwa : a. kurikulum sebagai rencana pembelajaran, b. kurikulum sebagai mata/isi pembelajaran, c. kurikulum sebagai jalan memperoleh tingkatan/ijazah, d. kurikulum sebagai hasil belajar, e. kurikulum sebagai pengalaman belajar.

B.     Komponen Kurikulum
Kurikulum merupakan suatu sistem. Oleh karena itu, kurikulum di bangun dari beberapa komponen yang saling kerja sama untuk mencapai tujuan. Dalam sistem pembelajaran, “ tujuan” merupakan komponen utama yang harus di tetapkan terlebih dahulu, serta arah atau sasaran yang ingin di capai dalam penyelenggaraan pendidikan. Komponen-komponen lain untuk mencapai tujuan tersebut, itulah yang termasuk komponen-komponen pendukung, yaitu: materi/pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi.
a.      Tujuan
Komponen tujuan berkaitan dengan apa yang ingin di capai dalam penyelenggaraan pendidikan. Setiap rencana kurikulum perlu menetapkan tujuan pendidikan yang di harapkan.
Tujuan merupakan target yang ingin di capai dalam suatu kegiatan. Tujuan pendidikan pada dasarnya terdapat beberapa tingkatan, yaitu tujuan umum pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran.
1.      Tujuan umum pendidikan nasional: tujuan pendidikan untuk semua jenis dan jenjang pendidikan (umum, kejuruan, PT, non formal).
2.      Tujuan institusional: tujuan masing-masing lembaga seperti; sekolah dasar, SLTP, SLTA, PT, PLS.
3.      Tujuan kurikuler: tujuan macam-macam bidang studi; Matematika, Bahasa, Agama, Kesenian, dsb.
4.      Tujuan pembelajaran: tujuan program pembelajaran bidang studi tertentu pada masing-masing kelas.

b.      Materi pengalaman belajar.
Berkaitan  dengan bahan/pengalaman belajar menyangkut pertanyaan ; apa yang diajarkan agar pebelajar memperoleh pengalaman belajar dan bagaimana menyajikan materi tersebut, agar pebelajar memperoleh pengalaman belajar yang diharapkan.
Materi pelajaran mencakup :
1.      Ilmu pengetahuan, seperti : fakta, prinsip, data defenisi,
2.      Keteramoilan dan proses, seperti : membaca, menulis, berhitung, menari, berfikir, berkomunikasi, dan
3.      Nilai seperti konsep tentang baik buruk, betul salah, indah-jelek.

c.       Organisasi.
    Komponen organisasi berkaitan dengan bagaimana materi pelajaran disusun (diorganisasikan) sehingga pembelajaran memperoleh pengalaman belajar untuk mencapai tujuan. Organisasi materi memiliki dua demensi, yaitu dimensi horizontal dan vertical.
Organisasi horizontal menyangkut ruang lingkup dan keterpaduan (integrasi) dari keseluruhan materi. Organisasi horizontal merupakan kaitan anatara satu materi dengan materi pelajaran lainnya pada kelas yang sama.
Organisasi vertical mencakup urutan dan kesinambungan materi pelajaran berupa hubungan longitudinal materi/pengalaman belajar pebelajar.
Ada lima kriteria organisasi materi pelajaran/pengalaman/belajar : 1) ruang lingkup, 2) integrasi, 3) urutan, 4) keberlanjutan, 5) artikulasi dan keseimbangan

d.      Efaluasi.
Menyangkut pencarian informasi dan bukti untuk mengetahui apakah semua materi yang direncanakan/diajarakan mencapai tujuan atau tidak. Komponen eveluasi memberikan indikasi tentang keberhasilan atau kegagalan proses pembelajaran dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan. Komponen ini bermanfaat untuk :
1)      Mengetahui keberhasilan seseorang belajar pebelajar.
2)      Memperbaiki program belajar dan pembelajaran.
3)      Mengukur tingkat pencapaian tujuan pendidikan.
Ini berarti evaluasi dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan program pembelajaran.

C.    Kurikulum dan Pembelajaran
Kurikulum dan pembelajaran, keduanya tidak dapat di pisahkan. Kurikulum merupakn seperangkat hasil belajar terstruktur yang ingin di capai oleh sekolah. Pembelajaran adalah kegiatan guru untuk membelajarkan pelajar.
Kurikulum merupakan apa yang di ajarkan, sedangkan pembelajaran adalah cara yang di gunakan untuk melaksanakan pembelajaran. Kurikulum berkaitan dengan apanya pendidikan,sedangkan pembelajaran menyangkut bagaimananya.

D.    Fungsi kurikulum
     Fungsi utama kurikulum adalah: a) sebagai pedoman Pelaksanaan pembelajaran, b) sebagai pedoman pelaksaan kegiatan pendidikan secara menyeluruh, c) sebagai tolak ukur penentuan kebijakan pada setiap jenjang pendidikan, dan d) sebagai tolak ukur penentuan kadar lulusan.
Ansyar dan Nurtain (1991) mengemukakan fungsi kurikulum, yaitu:
·         Fungsi preventif, yaitu agar guru terhindar dari melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang di tetapkan dalam kurikulum.
·         Fungsi korektif, yaitu sebagai rambu-rambu yang harus dipedomani dalam membetulkan pelaksanaan pendidikan yang menyimpang dari yang telah di gariskan dalam kurikulum.
·         Fungsi kontruktif, yaitu memberikan arah yang benar bagi pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran.


E.     Pengembangan Kurikulum
a. Pengertian pengembangan kurikulum
Berbicara tentang pengembangan kurikulum, ada dua istilah sering di artikan sama atau hampir sama, yaitu pengembangan kurikulum dan pembinaan kurikulum keduanya berorientasi kepada penyempurnaan kurikulum.
Pengembangan kurkulum adalah usaha untuk menjadikan kurikulum agar lebih baik dan lebih sempurna dari keadaannya sekarang. Lebih baik dan sempurna dalam arti relevan dalam kebutuhan manyarakat dan sesuai kodrat pebelajar. Tujuannya adalah men jadikan kurikulum agar senantiasa sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dengan menyesuaikan dengan kodrat pebelajar. Sedangkan pembinaan kurikulum adalah usaha untuk mencegah dan menghilangkan pengaruh-pengaruh yang menghambat kelancaran pelaksanaan kurikulum.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kurikulum, yaitu; 1)percepatan perkembangan  ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan masyarakat, 2) pendidikan pada suatu tahap persekolahan tertentu selalu terbatas waktunya, dan 3) manusia akan terlibat dalam implementasi kurikulum itu, baik guru maupun pembelajar mempunyai kemampuan yang terbatas. Faktor lain yang perlu di pertimbangkan adalah kebermaknaan kurikulum pada pembelajar.

b. Landasan pengembangan kurikulum
·         Landasan  filosofis
Landasan filosofis merupakan faktor utama dalam menetapkan arah pendidikan, seperti: hakikat pendidikan, tujuan,dan cara untuk mencapai tujuan.landsan ini sebagai pandangan tentang realitas, nilai-nilai,dan ilmu pengetahuan yang harus diteruskan kepada pebelajar agar hidup lebih baik, lebih indah,dan lebih sempurna
·          Landasan social budaya
Pengembangan kurikulum diarahkan mendorong terwujudnya pelestarian dan pembaharuan nilai-nilai social budaya. Sekolah didirikan untuk mengembangkan kebudayaan masyarakat. Bentuk pendidikan yang perlu diberikan kepada pebelajar menentukan kualitas masyaarakat,sekarang dan masa depan. Tujuan utama pendidikan adalah pembentukan nilai social dan penerusan budaya.
·         Landasan psikologis
Pandangan tentang manusia memiliki potensi fisik dan kerohanian erupa kemampuan cipta,rasa,dan karsa yang ingin dikembangkannya. Dengan demikian landasan psikologis ini merupakan landasan yang berkaitan dengan hakikat proses belajar dan mengajar, dan tingkat perkembangan pebelajar. Kurikulum disusun agar pebelajar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kurikulum disusun dengan memperhatikan teori-teoti belajar sesuai tingkat perkembangan psikologis pelajar. Ini berarti kurikulum dilaksanakan dengan memepertimbangkan pebelajar sebagai sasaran utama kegiatan pembelajaran.
·         Landasan historis
Landasan ini berkaitan dengan keberdaan kurikulum yang selalu disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan dan perkembangan zaman. Pengembangan kurikulum pada saat tertentu diadakan untuk memenuhi tuntutan dan perkembangan pada waktu tertentu. Pandangan ini, atas dasar bahwa manusia adalah makhluk pembuat peristiwa dari zaman ke zaman.
·         Landasan budaya, agama
Pandangan tentang realita budaya, agama yang ada dalam manyarakat dapat dijadikan sebagai landasan pengembangan kurikulum.
·         Landasan iptek dan seni
Pandangan tentang pendidikan merupakan usaha menyiapkan pebelajar menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan semakin maju dan semakin pesat dalam berbagai dimensi kehidupan.

c. Beberapa prinsip pengembangan kurikulum
Ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan agar kurikulum yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan:
·         Prinsip orientasi pada tujuan. Implikasinya: mengusahakn agar seluruh kegiatan kurikulum terarah untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah dirumuskan sebelumnya.
·         Prinsip relevansi. Implikasinya: mengusahakan pengembangan kurikulum sedemikian rupa sehingga tamatan pendidikan dengan kurikulum itu dapat memenuhi jenis dan mutu tenga kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat.
·         Prisip efisiensi. Implikasinya: mengusahakan agar kegiatan kurikulum mendayagunakan watu, tenaga, biaya dan sumber-sumber lain secara cermat dan tepat sehingga hasil kegiatan kurikulum itu memadai, memenuhi harapan.
·         Prinsip keefektifan. Implikasinya: mengusahakan agar kegiatan kurikulum bersifat membuahkan hasil (mencapai tujuan pendidikan) tanpa kegiatan yang mubazir.
·         Prinsip flekbilitas. Implikasinya: mengusahakan agar kegiatan kurikulumbersifat luwes, mampu disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat dan waktu yang selalu berkembang tanpa merombak tujuan pendidikan yang harus dicapai.
·         Prisip integritas. Implikasinya: mengusahakan agar pendidikan dengan suatu kurikulum menghasilkan manusia seutuhnya walaupun kegiatan kurikulernya terjabar ke dalam komponen-komponen kurikuler.
·         Prinsip kontinuitas. Implikasinya: mengusahakan agar setiap kegiatan kubrikuler merupakan bagian yang berkesinambungan dengan kegiatan-kegiatan kurikuler lainnya, baik secara vertical (bertahap, berjenjang) maupun secara horizontal.
·         Prinsip sinkronisasi. Implikasinya: mengusahakan agar kegiatan kurikuler seirama, seacrah dan setujuan. Jangan sampai terjadi suatu kegiatan kurikuler menghambat, berlawanan atau mematikan kegiatan-kegiatan kurikuler lain.
·         Prinsip objektifitas. Implikasinya: mengusahakan agar semua kegiatan kurikuler dilakukan dengan mengikuti tatanan kebenaran ilmiah dengan mengesampingkan pengaruh-pengaruh emosional dan irasional.
·         Prinsip demokrasi. Implkasinya: mengusahakan agar penyelenggaraan pendidikan yang dimuat dalam kurikulum, dikelola secara demokratis.

F.     Penggunaan Kurikulum
Implementasi kurikulum sasaran utamanya adalah menghasilkan pengalaman belajar bagi pebelajar. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, guru harus lebih awal mempersiapkan rancangan pembelajaran dengan berpedoman pada kurikulum yang berlaku. Penyusunan rancangan pembelajaran berupa satuan acara pengajaran (SAP) atau sering pula disebut satuan pelajaran (SP) sebagai usaha untuk mewujudkan dalam kegiatan nyata proses pembelajara.
Penyusunan rancangan pembelajaran merupakan tugas guru yang harus dikembangkan berdasar pada setiap pokok bahasan. Rancangan pembelajaran ini dibuat sebelum guru melaksanakan pembelajaran dengan mengacuh pada kurikulum. Dengan demikian, satuan pembelajaran adalah pedoman kerja pelaksanaan pembelajaran secara rinci. Komponen-komponen SP pada dasarnya ditrentukan berdasarkan kurikulum yang berlaku misalnya : kurikulum 1994 yang komponen-komponennya adalah : TIU, TIK, materi, KBM, media dan sumber belajar, dan evaluasi. Sedangkan rancangan pembelajaran dengan menggunakan kurikulum 2004, komponen-komponennya adalah : standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi, pengalaman belajar, alokasi waktu, penilaian, dan sumber belajar.
Rancangan pembelajaran yang telah dikemukakan di atas merupakan gambaran pelaksanaan kurikulum yang telah disusun secara sistematis dan secara rinci pada setiap tahapan kegiatan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Namun perlu dipahami bahwa rancangan pembelajaran tersebut sifatnya relatif dalam artian dapat saja mengalami perubahan disesuaikan dengan kondisi pada pelaksanaan pembelajaran karena situasi dan kondisi nyata di lapangan adakalanya tidak sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam rancangan pembelajaran.

G.    Evaluasi Kurikulum
Istilah evaluasi dapat saja dimaknakan upaya memahami dan memperbaiki suatu kegiatan. Evaluasi kurikulum berarti upaya memahami dan memperbaiki pelaksanaan kurikulum. Evaluasi kurikulum selalu mencakup penetapan baik buruk terhadap pelaksanaan kurikulum berdasarkan kriteria tertentu.
Evaluasi kurikulum merupakan salaha satu langkah penting dalam rangkaian usaha memperoleh kurikulum yang baik sebagai mata rantai dalam desain implementasi-evaluasi kurikulum . melalui evaluasi kurikulum akan diperoleh balikan yang tepat untuk menyempurnakan yang sedang/telah dikembangkan itu (dengan mengadakan berbagai revisi) atau sebaliknya menggantikannya dengan mendesain kurikulum yang baru. Evaluasi kurikulum dapat dilakukan dalam rangka pengembangan kurikulum yakni sebelum kurikulum itu diimplementasikan, tetapi dapat juga dilakukan setelah kurikulum diimplementasikan. Evaluasi kurikulum dalam tahap pengembangan dapat dilakukan dengan mereviu “draft” kurikulum yang telah selesai disusun oleh tim pengembangan dalam rangka uji coba terbatas (pilot testing) ataupun uji coba lapangan (field testing) dari kurikulum yang telah dikembangkan. Evaluasi pada tahap ini termasuk pada kawasan evaluasi perencanaan program. Evaluasi setelah kurikulum diimplementasikan termasuk kawasan evaluasi monitoring dan atau evaluasi dampak (impact) (Sulo, 1997).
Tujuan evaluasi kurikulum : 1) untuk penyempurnaan kurikulum terutama pada tahap pengembangan, dan 2) untuk pengambilan keputusan tentang “nasib” suatu kurikulum (dipakai atau diabaikan). Evaluasi kurikulum adalah : 1) evaluasi formatif dalam rangka meningkatkan efektivitas program, pengorganisasian, dan pengelolaan program, dan 2) evaluasi sumatif dalam rangka keberhasilan implementasi kurikulum.
Sasaran evaluasi kurikulum, antara lain :
a.       Tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan pembelajaran. Penilaian tentang tujuan-tujuan itu  di tinjau dari segi konsistennya dengan tujuan institusional dan atau tujuan umum pendidikan nasional, ketetapan perumusannya, kesesuaian dengan taraf perkembangan dan kebutuhan siswa, kejelasan dan ketetapan struktur organisasinya, dan sebagainya.
b.      Pengalaman belajar yang mencakup strategi pembelajaran, metode mengajar, dan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran. Penilaian tentang hal ini terutama ditinjau dari segi kesesuaiannya dengan tujuan yang akan dicapai, serta ketetapannya ditinjau dari segi pebelajar, konten, fasilitas, serta tempat dan waktu dan sebagainya.
c.       bahan pelajaran (konten) yang diprogramkan untuk mencapai tujuan tertentu, yang pada umunya dinyatakan dalam berbagai pokok bahasan. Penilaian terhadap konten tersebut terutama ditunjau dari pandangan yang terbaru, keluasan dan kedalamannya, ketetapan urutannya, kesesuaian dengan perkembangan/kebutuhan/pengalaman pebelajar dan sebagainya.
d.      komponen kurikulum lainnya, seperti : waktu yang disediakan, fasilitas yang tersedia, system evaluasi dan sebagainya. Penilaian hal-hal tersebut terutama ditinjau dari segi efektivitas dalam membelajarkan pebelajar untuk mencapai tujuan pendidikan.
e.       kemampuan guru dan personal lainnya yang terlibat dalam implementasi kurikulum, terutama yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Penilaian ini terutama yang berhubungan dengan wawasan dan pandangan pesan umum dari kurikulum, kemampuan mengelola program pembelajaran dan sebagainya.
f.       pembelajaran yang mengikuti program pendidikan terutama dalam kaitannya dengan ketepatan analisis situasi sperti kesiapan mengikuti program pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang bersangkutan
g.      dukungan iklim profesional sebagai konteks pelaksanaan kurikulum.
h.      hasil dan dampak kurikulum yang berkaitan dengan hasil belajar pebelajar  serta dampaknya di lapangan.
                 Langkah-langkah pokok dalam evaluasi kurikulum, Raka Joni (dalam La Sulo, 1997) terbagi atas dua :
a.       Tahap persiapan
b.      Tahap pelaksanaan

H.    Sejarah Kurikulum Indonesia
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

1.      Rencana Pelajaran 1947
Awal kurikulumm terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rencana Pembelajaran 1947. Kurikulum ini pada saat itu meneruskan kurikulum yang sudah digunakan oleh Belanda karena pada saat itu masih dalam proses perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri utam kurikulum ini adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Setelah rencana pembelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan. Dengan berganti nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952.Yang menjadi ciri dalam kurikulum ini adalah setiap pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

2. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional prak tis.Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di indonesia. Kali ini diberi nama dengan Rentjana Pendidikan 1964. Yang menjadi ciri dari kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.

3. Kurikulum 1968
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah: bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.

4. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menekankan pada tujuan,Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.



5. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta — sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.

6. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil,menjelma menjadi kurikulum super padat.Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998,diikuti kehadiran suplemen Kurikulum 1999.Tapi perubahannya lebih pada menambah sejumlah materi. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
|  Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
|  Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
|  Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
|  Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
|  Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
|  Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
|  Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman.
            Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
|  Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran,
|  Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
|  Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
|  Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
|  Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
|  Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek terkait, seperti tujuan materi pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana termasuk buku pelajaran.
|  Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk invovasi yang dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi disentralistik sebagai konsekuensi logis dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.
Adapun karakteristik KBK menurut Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
|  Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal.
|  Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
|  Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
|  Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
|  Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

7. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajarantetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
|  Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
|  Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
|  Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
|  Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
|  Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan KBK tahun 2006 (versi KTSP), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan hingga pengembangan silabusnya

8. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)Kurikulum yang terbaru adalah kurikulum 2006 KTSP yang merupakan perkembangan dari kurikulum 2004 KBK. Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini merupakan kurikulum yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan yang puncaknya tugas itu akan diemban oleh masing masing pengampu mata pelajaran yaitu guru. Sehingga seorang guru disini menurut Okvina (2009) benar-benar digerakkan menjadi manusia yang professional yang menuntuk kereatifitasan seorang guru. Kurikulum yang kita pakai sekarang ini masih banyak kekurangan di samping kelebihan yang ada. Kekurangannya tidak lain adalah (1) kurangnya sumber manusia yang potensial dalam menjabarkan KTSP dengan kata lin masih rendahnya kualitas seorang guru, karena dalam KTSP seorang guru dituntut untuk lebihh kreatif dalam menjalankan pendidikan. (2) kurangnya sarana dan prasarana yang dimillki oleh sekolah.
















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Kurikulum merupakan seperangkat/sistem rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar.
Pada dasarnya kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi sekolah atau pengawas, berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulurn itu berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Bagi siswa itu sendiri, kurikulum berfungsi sebagai suatu pedoman belajar.
Ada 4 unsur komponen kurikulum yaitu: tujuan, isi (bahan pelajaran), strategi pelaksanaan (proses belajar mengajar), dan penilaian (evaluasi) 
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.

0 komentar:

Posting Komentar